Jumat, 31 Mei 2013

Urgensi Pendapatan Nasional dalam Islam

BAB I
PENDAHULUAN

Sejarah ekonomi islam dimulai pada abad 14 M, munculnya pemikiran-pemikiran untuk kontinuinitas masalah ekonomi makro yang dibahas dalam syariat islam. Pembahhasan ini bertujuan untuk menuntaskan masalah ekonomi dengan sistem perekonomian modern dan menyuruti nilai-nilai khusus dari aset negara dan anggaran negara menurut obyektifitas syariat islam. Dan berupaa untuk menemukan bukti konkrit tentang evolosi ekonomi dimasyarakat Arab terdahulu, berlandaskan para penulis islam modern. Tokoh-tokoh islam telah mengetahui perbedaan-perbedaan yang relevan mengenai sistem ekonomi sosialis, sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi islam. Inilah yang berperan dalam pengembangan ekonomi islam dan pendayagunaan masyarakat, sehingga tercapai-nya falah  di setiap segi kehidupan.
Untuk mencapai falah tersebut, dalam makalah ini saya menjelaskan bahwa islam keberatan terhadap pendapatan nasional versi sosialis maupun kapitalis, karena hanya sebagian orang yang merasakan kesejahteraan, sedangkan sebagian masyarakat tetap dalam kemiskinan.
Untuk itu, pendapatan nasional dalam perspektif islam merupakan sebuah jawaban untuk mencapai kesejahteraan ataupun falah di setiap segi kehidupan baik bermasyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Untuk lebih jelasnya saya membahas pendapatan nasional dalam perspektif islam pada Bab II.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendapatan Nasional dalam Pendekatan Ekonomi Konvensional
Pendapatan Nasional adalah semua jenis barang atau jasa yang dihasilkan suatu Negara dalam suatu periode tertentu. Jika kita analogikan dalam kehidupan sehari-hari Negara dapat kita misalkan sebuah perusahaan yang menghasilakan sebuah produk. Perusahan tersebut boleh mengklaim bahwa produk yang dihasilkanya sebagai pendapatannya, walaupun produk tersebut belum terjual. Begitu pula pada pendapatan Nasional, produk yang telah di produksi dapat diperhitungkan sebagai pendapatan nasional.
Pada perhitungan pendapatan nasional perlu diperhatikan juga adalah tentang setatus barang tersebut. Barang bekas tidak dapat kita jadikan perhitungan sebagai pendapatan nasional, karena pada barang bekas telah diperhitungkan sebagai pendapatan nasional semenjak barang tersebut pertama diproduksi. Jadi jika barang bekas tetap di hitung sebagai pendapatan nasional, maka akan terjadi perhitungan ganda atau yang sering disebut dengan double counting.
Dalam perhitungan pendapatan nasional juga terdapat istilah yang disebut dengan GDP dan GNP. Masing-masing memiliki kepanjangan GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (Gross National Product) hal yang membedakan diantara keduanya adalah, GDP adalah perhitungan pendapatan nasional pada area domestic, jadi apa saja yang diproduksi dalam Negara (domestic) maka product tersebut akan diakui sebagai pendapatan nasional. Sedangkan GNP adalah perhitungan pendapatan Nasional pada setiap warga Negara asli yang menghasilkan product, jadi apa saja yang dihasilkan warga Negara meskipun ia berada diluar Negara maka akan diakui sebagai pendapatan Negara.
Perhitungan pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan tiga pendekatan, yaitu:
1.      Pendekatan Produksi
Perhitungan ini dilihat berdasarkan pendekatan nilai tambah dari suatu barang yang diproduksi, maksudnya adalah. Suatu barang akan diperhitungkan nilainya hanya pada barang siap pakai saja (final goods) contohnya pada proses pembutan sepatu. Sebuah sepatu tidak akan diperhitungkan harga dari setiap bahan-bahan yang dibutuhkannya seprti kulit, benang, pewarna ataupun hiasannya. Tetapi yang akan diperhitungakan dalam Pendapatan Nasional adalah harga dari setiap sepatu yang sudah siap pakai. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perhitungan ganda. Pada Negara Indonesia sendiri perhitungan produksi ini biasanya hasil dari penjumlahan produksi dari setiap industry-industri .
2.      Pendekatan Pengeluaran
Perhitungan berdasarkan pengeluaran ini bisanya berdasarkan seberapa besar jumlah konsumsi atau penggunaan uang suatu Negara, yang mana perhitungannya sendiri dapat dilakukan melalui 4 sektor pengeluaran yaitu:
-          Konsumsi Rumah Tangga (C)
-          Investasi (I)
-          Pengeluaran Pemerintah (G)
-          Pengeluaran Eksport dan Import (X-M)
Dalam perhitungan ekonomi biasanya lebih familiar dengan formula :
Y =  C + I + G + X-M
Yang mana formula diatas lebih condong kepada pemerintahan yang sudah membuka keran ekspor impor di negerinya. Atau lebih sering disebut dengan perekonomian terbuka. Adapun dalam perhitungan ekonomi tertutup adalah :
Y = C + I + G
Yang membedakan diantara keduanya terletak pada ada tidaknya Eksport dan Import dalam suatu Negara. Jika Negara tidak melakukan Eksport-Import maka perekonomiannya bisa disebut dengan perekonomian tertutup, sedangkan jika sudah melakukan Eksport-Import maka disebut juga dengan  perekonomian terbuka.

3.      Pendekatan Pendapatan
Perhitungan ini sering disebut juga dengan NNP (Net National Product) NNP ini sama dengan GNP dikurangi dengan penyusutan. Perhitungan penyusutan ini perlu dilakukan agar perhitungan cadangan produksi dapat terjaga. Dalam perhitungan ini pula kita mengenal dengan apa yang disebut dengan GDP riil dan GDP nominal. GDP riil adalah  adalah perhitungan yang berdasarkan dengan harga tahun dasar, sedangan GDP nominal adalah perhitungan yang berdasarkan dengan harga tahun tersebut.

B.     Pendapatan Nasional dalam Perspektif Ekonomi Islam
Dalam perhitungan Pendapatan Nasional secara konvensional sering sekali terjadi masalah keraguan, masalahnya ketika kita melihat perhitngan yang dilakukan dengan cara GDP riil misalnya pasti pendaptan tersebut adalah hasil outup dibagi dengan jumlah penduduk. Lalu jika ada beberapa orang dari sekian penduduk yang memiliki pendapatan rendah apakah akan adil perhitungannya jika outuput total dibagi dengan jumlah penduduk? Padahal mungkin ada satu sisi masyarakat yang memang produktif tapi mungkin ada juga sisi lain yang mana ternyata masyarakatny kurang produktif. Maka perlu adanya perhitungan yang memang benar-benar mencerminkan pendapatan nasional yang sesungguhnya. Maka dalam perhitungan ekonmi islam terdapat prinsip yang harus dipegang teguh dalam perhitungan pendapatan nasional, yaitu:[1]
1.    Pendapatan national harus menggambarkan pendapatan masyarakat yang sesuai dengan penyebaran penduduk
2.   Pendapatan National perkotaan dan pedesaan harus dapat dibedakan, karena secara jelas produksinya tidak dapat disamakan.
3.   Pendapatan Nasional harus dapat mengukur secara jelas kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.
C.    GNP dalam Perspektif Islam
Satu hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah panggunaan parameter falah. Falah adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, di mana komponen-komponen rohaniah masuk ke dalam pengertian falah ini. Ekonomi Islam dalam arti sebuah sistem ekonomi(nidzom al-iqtishad) merupakan sebuah sistem yang dapat mengantar umat manusia kepada real welfare (falah), kesejahteraan yang sebenarnya.
Pada intinya, ekonomi Islam harus mampu menyediakan suatu cara untuk mengukur kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan sosial berdasarkan sistem moral dan sosial Islam.
Setidaknya ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahtraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias.Empat hal tersebut adalah:[2]
1.      Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga.
Penghitungan pendapatan nasional islami harus dapat mengenali
penyebaran alamiah dari output per kapita tersebut, karena dari sinilah
nilai-nilai sosial dan ekonomi Islami bisa musuk. Jika penyebaran pendapatan
individu secara nasional bisa dideteksi secara akurat, maka akan dengan mudah
dikenali seberapa besar rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
2.      Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi Di Sektor Pedesaaan.
Peningkatan produksi pertanian di tingkat rakyat pedesaan,
umumnya justru mencerminkan penurunan harga produk-produk pangan di tangat
konsumen suburban, atau sekaligus mencerminkan peningkatan pendapatan para
pedagang perantara, yang posisinya berada di antara petani dan konsumen. Ketidakmampuan mendeteksi secara akurat pendapatan dari sektor subsisten ini jelas satu kelemahan yang harus segera diatasi, karena di sektor inilah bergantung nafkah dalam jumlah besar, dan di sinilah inti masalah dari distribusi pendatapan.
3.      Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi Islami
Sungguh menarik untuk mengkaji apa yang dilakukan Nordhaus dan Tobin dengan Measures for Economics Welfare (MEW), dalam konteks ekonomi barat. Kalau GNP mengukur hasil, maka MEW merupakan ukuran dari konsumsi rumah tangga yang memberi kontribusi kepada kesejahtraan manusia. Perkiraan MEW didasarkan kepada asumsi bahwa kesejahtraan rumah tangga yang merupakan ujung akhir dari seluruh kegiatan ekonomi sesungguhnya sangat bergantung pada tingkat konsumsinya.
4.      Penghitungan Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan Sosial Islami Melalui Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.
Sedekah memiliki peran yang signifikan di dalam masyarakat islam. Dan ini bukan sekedar pemberian suka rela kepada orang lain namun merupakan bagian dari kepatuhan dalam menjalankan kehidupan beragama. Di dalam masyarakat Islam, terdapat satu kewajiban menyantuni kerabat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Meski tidak gampang memperoleh datanya, upaya mengukur nilai dari pergerakan semacam ini dapat menjadi informasi yang sangat bermanfaat untuk mendalami bekerjanya sistem keamanan sosial yang mengakar di masyarakat islam.
D.    Konsep  Pendapatan Nasional
Untuk lebih memahami pendapatan nasional serta menghindari adanya kekeliruan, maka dalam ilmu ekonomi dikenal beberapa konsep pendapatan.[3]
1.      Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan seluruh warga masyarakat (termasuk warga negara asing) suatu negara dalam periode tertentu biasanya satu tahun.
Komponen-komponen pendapatan nasional yang termasuk dalam penghitungan dengan metode produksi, di antaranya, adalah sebagai berikut.
a.   Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan
b.  Pertambangan dan penggalian
c.   Industri pengolahan
d.  Listrik, gas, dan air minum
e.  Bangunan
f.   Perdagangan, hotel, dan restoran
g.   Pengangkutan dan komunkasi
h.  Bank dan lembaga keuangan lainnya
i.    Sewa rumah
j.    Pemerintahan dan pertahanan
k.   Jasa-jasa
 Hasil produksi dari setiap lapangan usaha tersebut dijumlahkan dalam satu tahun lalu dikalikan harga satuan masing-masing. Maka rumusnya adalah:

                                                     Y=(Q1.P1)+(Q2.Q2)+…(Qn.Pn)
K eterangan:
Y = Pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto)
Q = Jumlah barang
 P = Harga barang

2.      Produk Nasional Bruto (PNB)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product/GNP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk di dalamnya barang dan jasa yang dihasilkan warga negara tersebut yang berada/bekerja di luar negeri. Barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang bekerja di dalam negeri, tidak termasuk GNP.
Komponen-komponen yang termasuk pendapatan nasional menurut metode pengeluaran adalah sebagai berikut :
1. Rumah tangga dengan jenis pengeluaran Konsumsi
    ( Consumption/ C )
2. Perusahaan dengan jenis pengeluaran Investasi ( Investment/ I )
3. Pemerintah dengan jenis pengeluaran, Pengeluaran Pemerintah
    ( Government Expenditure/ G )
4. Masyarakat luar negeri dengan jenis pengeluaran Ekspor – Impor
   (Export – Import/ X-M )

Dengan Y sebagai Produk Nasional Bruto, maka maka didapat rumus sebagai berikut :

Y = C + I + G + (X – M)

*) Jika PNB (GNP) tersebut dibagi jumlah penduduk, akan menghasilkan pendapatan per kapita.          

3.      Produk Nasional Netto (PNN)
Produk Nasional Netto (Net National Product/NNP) atau produk nasional bersih adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.
Lebih jelasnya dapat dilihat komponen-komponen pendapatan nasional menurut metode pendapatan yaitu berikut :
1. Alam dengan sewa (rent/ r ) sebagai balas jasa
2. Tenaga kerja dengan upah/gaji (wage/ w ) sebagai balas jasa
3. Modal dengan bunga (Interest/ i ) sebagai balas jasa
4. Skill Kewirausahaan  (Entrepreneurship) dengan laba (profit/ p )

Dalam rumus dapat akan tampak sebagai berikut:

Y = r + w + i + p

*) Hasil penghitungan pendapatan nasional (Y) dengan metode ini disebut Pendapatan Nasional (PN) atau National Income (NI).

4.      Pendapatan Nasional Netto (Bersih)
Pendapatan Nasional Bersih (Net National Income/NNI) adalah nilai dari produk nasional bersih (net national income) dikurangi dengan pajak tidak langsung.
5.      Pendapatan Perseorangan
Pendapatan Perseorangan (Personal Income) adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima perseorangan sebagai balas jasa dalam proses produksi. Pendapatan perseorangan ini dapat juga disebut pendapatan kotor, karena tidak semua pendapatan perseorangan netto jatuh ke tangan pemilik faktor produksi, sebab masih harus dikurangi laba yang tidak dibagi, pajak penghasilan, iuran jaminan sosial maupun pembayaran yang bersifat transfer payment (pembayaran pindahan) seperti pensiunan.
6.      Pendapatan Bebas
Pendapatan Bebas (Disposable Income/DI) adalah pendapatan yang diterima masyarakat yang sudah siap untuk dibelanjakan penerimanya. Pendapatan ini merupakan hak mutlak bagi penerimanya. Pendapatan bebas diperoleh dari pendapatan perseorangan dikurangi pajak langsung.

7.      Pendapatan yang Dibawa Pulang
Pendapatan yang dibawa pulang (Take Home Pay/THP) adalah pendapatan yang dibawa pulang untuk membayar bermacam-macam kebutuhan. Pendapatan ini mempengaruhi permintaan efektif, sebab menggambarkan daya beli masyarakat. Take Home Pay diperoleh dari Disposbale Income dikurangi kewajiban/pengeluaran kepada pihak lain seperti untuk membayar utang. [4]

E.     Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan dan Penawaran Agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.[5]
Konsumsi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pendapatan nasional. Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
BAB III
PENUTUP

Pendapatan Nasional adalah semua jenis barang atau jasa yang dihasilkan suatu Negara dalam suatu periode tertentu. Jika kita analogikan dalam kehidupan sehari-hari Negara dapat kita misalkan sebuah perusahaan yang menghasilakan sebuah produk. Perhitungan pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan tiga pendekatan, yaitu:
1.      Pendekatan Produksi
2.      Pendekatan Pengeluaran
3.      Pendekatan Pendapatan
ada empat hal yang semestinya bisa diukur dengan pendekatan pendapatan nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahtraan bisa dilihat secara lebih jernih dan tidak bias. Empat hal tersebut adalah:
1.      Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu rumah tangga.
2.      Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Produksi Di Sektor Pedesaaan.
3.      Pendapatan Nasional Harus Dapat Mengukur Kesejahteraan Ekonomi Islami
4.      Penghitungan Pendapatan Nasional Sebagai Ukuran Dari Kesejahteraan Sosial Islami Melalui Pendugaan Nilai Santunan Antar Saudara dan Sedekah.



[1] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 193.
[2] Ibid., hlm. 197.
[3] Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroeonomi & Makroekonomi). (Jakarta: Lembaga Penerbt Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), hlm. 235.
[4] Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 35.
[5] M. Abdul Mannan, Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), hlm. 235.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar